masa depan perjuangan syariah

Masa Depan Perjuangan Syariah

Sebagai Partai Islam yang Berkemajuan Perjuangan Syariah tetap menjadi ruh dan starting point / landasan bagi perjuangan partai. Perjuangan ini hakikatnya adalah perjuangan dari generasi ke generasi yang api dan gelora semangatnya tak akan padam [...]
klaim budaya oleh malaysia

Klaim Budaya Berulang, Tindak Tegas Malaysia

Pemerintah bisa bersikap lebih keras dengan menarik Duta Besar Indonesia di Malaysia. “Atau sebaliknya. Jika pemerintah mampu bersikap tegas, menurut Yusron, Malaysia akan lebih menghormati Indonesia [...]
next masyumi

The Next Masyumi Bagian 2

Jejak Panjang Perjuangan Masyumi untuk ummat dan bangsa tidak bisa begitu saja dihapuskan , Ia lahir dari ide besar Islamic Modernization, sebagai partai ia bisa dibubarkan tetapi sebagai ide besar ia akan tetap muncul dalam bentuk yang lain. [...]
jejak kyai kuning

Jejak Kyai Kuning dalam Syiar Islam Nusantara

Dari Demaklah cita - cita Kyai Kuning untuk penyebaran dan pengembangan Syiar Islam dimulai dan Dari Demaklah Kebangkitan Islam pada mulanya disuarakan dan diperjuangkan hingga ke penjuru nusantara[...]

23 April 2008

Revolusi Hijau Kebablasan Versus Reformasi "Hijau" Berkelanjutan


Image by Igan Lantang klik di http://www.pbb-info.com



Prahara ekonomi, sosial dan politik


Setiap zaman memang menemukan tantangannya sendiri, sebelum ini tepatnya dalam rentang tahun 1950 hingga 1960-an kita pernah mengalami sebuah fase kebangkrutan ekonomi tingkat tinggi, sampai – sampai muncullah fenomena “gunting syafrudin” yakni menggunting uang kertas menjadi dua dengan penyesuaian nilai untuk mengatasi devaluasi dan menekan inflasi, langkah brilliant Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan (selanjutnya menjabat Gubernur Bank Indonesia pertama) kala itu menuai pujian dari dalam dan luar negeri namun badai krisis memang teramat dahsyat menerpa lantaran lemahnya fundamental ekonomi bangsa kita saat itu yang berimplikasi sosial dengan terjadinya kelangkaan minyak, lonjakan harga kebutuhan pokok masyarakat dan krisis pangan akut yang diperparah dengan carut marut tata kelola pemerintahan akibat memanasnya suhu politik sebelum akhirnya mencapai klimaknya pada akhir tahun 1965 dengan mengerasnya tiga tuntutan rakyat (TRITURA) yaitu Bubarkan PKI, Turunkan Harga dan Bersihkan kabinet (pemerintah) dari unsur – unsur PKI.



Revolusi Hijau


Pemerintahanpun berganti, krisis pangan yang melatarbelakangi tidak boleh terjadi dan dimulailah sebuah revolusi hijau dengan sebuah gengsi untuk membalikkan keadaan dari sebuah negera agraris pengimpor beras terbesar didunia beralih menjadi negeri dengan status “Swasembada”


Mesin – mesin revolusi hijau bekerja cepat melalui intensifikasi, diversifikasi hingga mekanisasi pertanian, saat itulah kita mengenal benih – benih unggul hibrida seperti IR dan sejenisnya yang secara “terhormat” menggeser benih – benih unggul lokal yang diklaim memiliki produktifitas tinggi, varietas unggul tahan wereng (VUTW) berhasil dibudidayakan dengan intensitas penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang lagi – lagi “secara terhormat” menggeser Pupuk Kandang, Pupuk Alami dan Pestisida Nabati yang sebelumnya menjadi tradisi pertanian lokal.


Mimpi Swasembada pangan memang pada akhirnya tercapai namun ledakan jumlah penduduk yang menurut Bung Haji Rhoma Irama mencapai angka fantastis 125 juta harus dikendalikan secara terpadu tidak saja dengan program Keluarga Berencana (KB) tetapi juga dengan sebuah proyek besar bernama Transmigrasi.


Buya Mohammad Natsir sangat menaruh harapan terhadap program ini menurut beliau kesenjangan pembangunan di luar Jawa salah satu faktornya adalah kurangnya sumber daya manusia yang selama ini terkonsentrasi di Pulau Jawa, Buya Natsir lewat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang dipimpinnya kemudian menerjunkan dai – dai muda potensial untuk disebar di daerah – daerah yang tertinggal.



Revolusi Hijau Kebablasan


Pembukaan lahan di berbagai pulau didukung dengan diterbitkannya sertifikat HPH (Hak Pengelolahan Hutan) yang dikantongi oleh sejumlah perusahaan rekanan pemerintah, ujung –ujungnya pembukaan hutan menjadi tidak terkendali, sejumlah pengusaha mengeksploitasi hutan demi memperkaya diri modusnya beragam namun secara garis besar berputar pada tiga hal yakni pembalakan liar, penyelundupan kayu ilegal dan perburuan satwa – satwa langka yang seharusnya dilindungi. Ketika itu LSM – LSM peduli lingkungan hidup seperti wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) terus bersuara menentang eksploitasi hutan sebagai biang perusakan lingkungan hidup, mengganggu kelestarian habitat dan merusak keseimbangan ekosistem.


Episode Krisis pangan pada akhirnya menggulirkan banyak bola liar hingga akhirnya Revolusi Hijau banyak dinilai sebagai kebijakan besar dengan biaya tinggi dan ongkos sosial yang teramat mahal.



Reformasi Hijau Berkelanjutan


Belum lama menjabat, Menhut MS Ka’ban dituding sebagai biang kerusakan lingkungan hidup, padahal secara obyektif perusakan dan kerusakan lingkungan telah terjadi sejak lama melalui berkali – kali pergantian menteri kehutanan dan justru MSK-lah yang lantang dan istiqomah menyuarakan program penanaman sejuta pohon (belia menanam dewasa memanen), pemberantasan illegal logging hingga tuntas ke akar – akarnya dengan berkoordinasi dengan Jajaran Kepolisian RI dan Pemerintah Daerah, MSK tidak ketinggalan mengeluarkan Permenhut yang mengatur pembatasan izin HPH, pengelolaan HTI dan transparansi Konversi Hutan dengan melibatkan multipihak yang kompeten dengan persetujuan parlemen.


Ketika Walhi menuding dan menghujat langkah – langkah “Reformasi Hijau” MSK maka siapapun bisa menilai betapa Walhi telah kehilangan independensinya sebagai pejuang lingkungan hidup lantaran tidak bersedia diajak duduk bersama berdialog menuntaskan permasalahan lingkungan hidup yang tidak se-sederhana yang dibayangkan.


MSK melalui program “reformasi hijau” dengan keras menyatakan perang terhadap pengusaha – pengusaha nakal para eksploitir hutan, pembalak – pembalak dan penyelundup liar juga para pelaku perdagangan satwa – satwa langka nusantara.


MSK menggulirkan berbagai program “reformasi hijau” bukan semata – mata demi mengatasi pemanasan global namun demi menjaga Penghijauan Bumi Berkelanjutan karena hakikatnya Bumi, Air dan semua kekayaan Alam yang terkandung didalamnya harus dijaga agar bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya.


GO REFORMASI HIJAU



(Ditulis Oleh Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)

12 April 2008

Mari Kita Budayakan Saling Menghargai !!!


Budaya menghargai kini terus tumbuh dalam diri bangsa kita yang tengah bangkit , kita bisa menelusuri dengan lahirnya media - media penghargaan utamanya yang populer adalah anugerah dalam bentuk award. Sesungguhnya banyak cara untuk menggambarkan apresiasi tidak hanya dengan award, bagi para penulis blog atau blogger penghargaan bisa diberikan dengan mengapresiasinya dengan memberikan input dalam bentuk komentar, tanggapan atau semisalnya, tidak penting tanggapan itu Pro atau kontra melainkan kepedulian itulah yang menjadi indikator bahwa sebagai anak bangsa kita bisa saling mengisi dalam karya - karya yang produktif untuk bangsa.


Maarif award 2008 yang dikeluarkan oleh Maarif Institute pimpinan Prof. Dr. Achmad Syafii Maarif (Mantan Ketua PP Muhammadiyah) maupun Syariah Award yang digagas Partai Bulan Bintang sebagaimana award - award yang lain memiliki peran besar dalam menumbuhkan budaya positif untuk berkompetisi secara sehat, produktif mengikuti sebuah idiom yang lazim kita dengar sebagai FASTABIKUL KHOIROT.






Ada apa dengan GOSIP JALANAN SLANK dan FIlm FITNA ?!?!


Budaya saling menghargai inilah yang seharusnya lebih dikedepankan oleh Para Anggota Dewan di Senayan dalam menyikapi GOSIP JALANAN Karya SLANK, secara substantif atau materi kritik yang disampaikan harus tetap diserap terlepas itu bernada "sumbang" , hargailah bahwa itu bagian dari sebuah realitas dan potret dalam "membaca" kinerja anggota dewan, Janganlah kritikan tersebut dianggap tindakan "mencari popularitas" dari melecehkan sebab jika hal itu yang terlontarkan maka para slanker akan keras menimpali betapa tanpa itupun SLANK sudah cukup membumi di belantara musik negeri ini. Jalan tengahnya adalah dengan menghargai cara bertutur Slank yang memang selalu slenge'an dalam menghargai kinerja dewan yang katanya pembuat UUD ("Ujung - ujungnya Duit"),  Begitulah  caranya bertutur Slank memang tidak semanis kritik Bang Iwan Fals dalam lagunya "Surat buat wakil rakyat" yang lebih puitif dan inspiratif.


Membuang percuma energi untuk saling menghujat bukanlah tindakan tepat disaat bangsa ini membutuhkan begitu banyak energi untuk mengisi, menghargai dan saling menguatkan satu dengan yang lain. Terkait Merebaknya Film FITNA yang memprovokasi kemarahan ummat Islam tentu kita perlu tegas bersuara bahwa FITNA yang disebarkan dengan cara - cara FITNAH tidak akan menuai apa - apa melainkan fitnah dan fitnah yang silih berganti, Film antagonis garapan politisi belanda Geerts Wilder yang kerap memposisikan diri anti Islam itu memang berhasil sesaat "menggegerkan" namun sejatinya kelak pembuat film itu akan menuai karmanya sendiri lantaran mengabaikan budaya untuk berkarya dengan menjunjung tinggi sikap untuk saling menghargai, FITNA meledak sesaat namun kelak akan dilupakan dan tenggelam oleh sebuah "Seleksi alam".


Marilah kita Budayakan saling menghargai !!! ...Wallahu'alam


(Ditulis oleh Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)

Template by : Kendhin @ 2 0 0 9