masa depan perjuangan syariah

Masa Depan Perjuangan Syariah

Sebagai Partai Islam yang Berkemajuan Perjuangan Syariah tetap menjadi ruh dan starting point / landasan bagi perjuangan partai. Perjuangan ini hakikatnya adalah perjuangan dari generasi ke generasi yang api dan gelora semangatnya tak akan padam [...]
klaim budaya oleh malaysia

Klaim Budaya Berulang, Tindak Tegas Malaysia

Pemerintah bisa bersikap lebih keras dengan menarik Duta Besar Indonesia di Malaysia. “Atau sebaliknya. Jika pemerintah mampu bersikap tegas, menurut Yusron, Malaysia akan lebih menghormati Indonesia [...]
next masyumi

The Next Masyumi Bagian 2

Jejak Panjang Perjuangan Masyumi untuk ummat dan bangsa tidak bisa begitu saja dihapuskan , Ia lahir dari ide besar Islamic Modernization, sebagai partai ia bisa dibubarkan tetapi sebagai ide besar ia akan tetap muncul dalam bentuk yang lain. [...]
jejak kyai kuning

Jejak Kyai Kuning dalam Syiar Islam Nusantara

Dari Demaklah cita - cita Kyai Kuning untuk penyebaran dan pengembangan Syiar Islam dimulai dan Dari Demaklah Kebangkitan Islam pada mulanya disuarakan dan diperjuangkan hingga ke penjuru nusantara[...]

28 Januari 2008

MENUNGGU SAAT NU DAN MUHAMMADIYAH BERSATU

nu_muhammadiyah_bersatu_dalam_bulan_bintang.jpg


NU-MUHAMMADIYAH masih menjadi ormas Islam terbesar dan gerakan arus utama dakwah di tanah air, kultur beragamaan yang berbeda bukan berarti menutup jalan keduanya untuk disenyawakan dalam satu bingkai apalagi jika hal tersebut dimaksudkan demi terciptanya ukhuwah dan terbinanya cita – cita yang lebih besar.


Banyak Jalan yang ditempuh oleh para pendahulu untuk mempersatukan segenap potensi ummat termasuk didalamnya NU dan Muhammadiyah, kendati tidaklah mudah dan sederhana kenyataannya keduanya memang tidak mustahil untuk dipersatukan.


Bersatu karena cita – cita besar Kemerdekaan


Pada tanggal 7 dan 8 November 1945 di Yogyakarta terjadi sebuah peristiwa yang amat bersejarah bagi ummat Islam di tanah air, yaitu diselenggarakan Kongres Ummat Islam Indonesia. Kongres akhirnya menyepakati dibentuknya partai politik Islam sebagai satu-satunya wadah perjuangan politik ummat Islam Indonesia. Dikalangan kongres waktu itu ada dua usul tentang nama partai yang akan dibentuk. Satu kalangan menghendaki nama Masyumi, karena sudah popular, karena Masyumi didirikan dizaman pendudukan Jepang sementara kalangan kedua mengusulkan nama Partai Rakyat Islam, tetapi akhirnya disepakati nama Masyumi dengan penegasan bahwa nama itu bukan lagi singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia sehingga disebut “Partai Politik Islam Masyumi”


Dalam tinjauan sejarah peleburan ini mengandung arti bahwa ummat Islam bisa mengesampingkan perbedaan demi satu tujuan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan dengan kebersamaan yang dilandasi semangat persatuan dan kesatuan yang senafas dengan Semangat Ukhuwah Islamiah dan Ukhuwah Wathoniah. Dalam perjalanannya yang tidak panjang persatuan ini terurai karena banyaknya pengaruh luar serta memudarnya nafas kebersatuan karena “cita – cita bersama” yang diperjuangkan telah tercapai.


Bersatu dalam menyikapi bahaya merah PKI



Meski NU dan Muhammadiyah telah memilih jalannya sendiri namun dalam perjalanan selanjutnya keduanya kembali memiliki “isu bersama” yang secara strategis mempersatukan cita – cita untuk membentengi ummat dan bangsa dari bahaya merah Partai Komunis Indonesia yang nyata telah melaksanakan "pengkhianatan / pemberontakan" atas bangsa dan rakyat Indonesia lewat cita – cita besarnya untuk memerah totalkan negeri ini.
Keduanya NU dan Muhammadiyah bersatu dalam bentuk berbagai Kesatuan Aksi yang mengusung tuntutan yang sama yang dikenal sebagai TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) yakni “ Bubarkan PKI, Turunkan Harga dan bersihkan Kabinet dari unsur – unsur PKI.


Bersatu dalam bentuk poros tengah di sidang istimewa.


Ketika reformasi bergulir dan saluran politik dibuka selebar – lebarnya maka Partai – partai Islampun bermunculan, seperti Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan (PK) dan lahir pula partai – partai dengan kultur NU seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Kebangkitan Ummat (PKU) serta tidak ketinggalan partai yang berkultur muhammadiyah yakni Partai Amanat Nasional (PAN). Banyak Pengamat menilai banyaknya partai yang ber-azas Islam dan berbasis massa Islam menunjukkan sulitnya untuk mempersatukan kembali ummat islam dalam ranah politik.


Kenyataan ini terbalikkan dengan terbentuknya kaukus politik bernama poros tengah pada Sidang Umum MPR 1999, pada saat itu poros tengah memainkan peranan yang penting dalam memuluskan langkah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden mengalahkan dominasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berambisi menjadikan Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden wanita pertama dalam sejarah Republik ini.


Perlu dicatat bahwa dalam kasus ini atas dasar persamaan kepentingan maka berbagai kutub politik Islam berhasil dipersatukan demi menjaga keberlanjutan demokrasi dan menghindari tampilnya calon tunggal yang terpilih secara aklamasi.


Bersatu untuk sebuah cita – cita yang lebih besar


Dalam menghadapi Pemilu 2009 dari rahim NU dan Muhammadiyah kembali lahir partai – partai politik baru yang tentu akan menjadi kompetitor bagi pendahulunya seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang bakal menghadapi pesaing berat dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang dimotori oleh para ulama NU, begitupun dengan kehadiran Partai Matahari Bangsa (PMB) yang diprakarsai oleh Angkatan Muda Muhammadiyah yang hampir dipastikan bakal bersaing ketat dengan saudara tuanya yakni Partai Amanat Nasional (PAN).


Diluar itu PBB (Partai Bulan Bintang / Partai Bintang Bulan), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga patut diperhitungkan karena sebagai bagian ummat yang terbesar warga NU dan Muhammadiyah masih menjadi target – target suara yang potensial terlebih dari pimpinan pusat baik NU maupun Muhammadiyah secara terang dan tegas bersikap “dewasa” dan “ksatria” dengan memberikan keleluasaan kepada ummat-nya untuk secara bebas menyalurkan aspirasi politiknya.


Kelak di parlemen partai – partai ini akan bertemu dalam memperjuangkan aspirasi konstituen yang telah memberinya kepercayaan, tentu pada saat memperjuangkan nasib dan masa depan ummat berbagai kekuatan ini diharapkan bisa menyatukan diri sebagai koalisi strategis dalam meraih vitalitas politik yang besar dan menentukan.


Jejak – jejak bersatunya kutub – kutub politik yang berbeda dari ummat Islam khususnya yang diwakili/mewakili NU dan Muhammadiyah merupakan catatan langkah yang secara nyata terbukti bisa kembali di-upayakan secara sungguh – sungguh dengan mengedepankan kesamaan gagasan, harapan dan cita – cita yang lebih besar demi kemanfaatan bersama ummat dan bangsa.




(Ditulis oleh Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)


JALAN PANJANG PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) MEMBINA KADER PEMIMPIN BANGSA YANG BERKEPRIBADIAN DAN BERPERADABAN ISLAM


pii_bulanbintang_dan_partai_bintang_bulan.jpg





Pelajar Islam Indonesia (PII), Kiprah dan Pergerakannya telah teruji dan memberi kontribusi yang besar bagi ummat dan bangsa. Gagasan untuk mendirikan PII adalah upaya untuk menutup adanya jurang pemisah yang sekian lama diciptakan oleh penjajah antara pelajar umum (hasil didikan pola belanda) dengan santri (pelajar Islam) hasil didikan pesantren yang sesungguhnya adalah sama – sama “pelajar” dari keluarga muslim.


Adalah Seorang Pelajar bernama Joesdi Ghozali yang menjadi inspirator pembentukan wadah bagi para pelajar Islam yang ketika itu belum terkoordinasi, cita – cita itu dirintis dalam pertemuan di Gedung SMP Negeri II Secodiningratan, Jalan Senopati Yogyakarta dengan dihadiri oleh Joesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amir Syahri, Ibrahim Zarkasji dan Noorsjaf yang menghasilkan kesepakatan pembentukan yang akan diusulkan dalam forum kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang dilangsungkan pada tanggal 30 Maret – 1 April 1947 di Gedung Muallimin, Yogyakarta.


Dalam Kongres GPII itulah Anton Timur Djaelani yang menjabat sebagai Pimpinan Pusat GPII bagian pelajar mengemukakan masalah GPII bagian pelajar dan pada saat itulah Joesdi Ghozali mengemukakan ide tentang perlunya organisasi pelajar yang terpisah sehingga kemudian timbullah diskusi diantara para utusan kongres yang sebagian besar akhirnya menyetujui lepasnya GPII bagian pelajar untuk dilebur menjadi Organisasi Pelajar Islam Indonesia. Dalam Kongres itu juga disusun draft AD/ART PII yang dibagikan kepada semua utusan untuk dibahas di daerahnya masing – masing.


Pada Hari Ahad, 4 Mei 1947 diadakan pertemuan di Gedung GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta yang secara resmi menetapkan AD/ART dan Mendeklarasikan penggabungan beberapa organisasi pelajar seperti Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia Yogyakarta (PPII), Gerakan Pemuda Islam Indonesia Bagian Pelajar, Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS) dan Persatuan Kursus Islam Sekolah Menengah Surabaya (Perkisem) atas dasar kesamaan azas dan cita – cita.  Pada tanggal 4 Mei itulah Pengurus Besar PII Pertama terbentuk dan sejak itulah tanggal 4 Mei dijadikan Hari Kebangkitan PII, disingkat HARBA PII, hari lahirnya kesadaran dan tanggung jawab sebagai Pelajar Islam terhadap agama, nusa dan bangsa.


PII ditengah Bahaya Merah PKI


Karena situasi negara yang masih “membara” untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang baru diproklamasikan maka dalam tubuh PII muncul gagasan perlunya “Sumbangan PII dalam pertahanan dan pembelaan Negara”, sehingga dalam konferensi Besar I di Ponorogo terbentuklah “Brigade PII” yang dikomandani oleh Abdul Fattah Permana sebagai wadah untuk menyalurkan anggota PII yang berbakat di bidang ketentaraan ke Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah yang pada perkembanganya merupakan cikal bakal lahirnya TRI atau TNI dibawah kepemimpinan Panglima Besar Jendral Soedirman.


Dalam kesempatan menghadiri peringatan HARBA PII pertama di Yogyakarta, Pak Dirman memberikan sambutannya yang dapat dikutip sebagai berikut :




“Teruskan perjuanganmu, hai anak – anakku PII, negara kita adalah negara baru, didalamnya penuh onak dan duri, kesukaran dan tantangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia!”



Jika pada tahun 1945 GPII berhasil mencegah dominasi organisasi Pemuda Indonesia oleh Ideologi Kiri yang terlibat Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948, demikian pula PII berhasil mencegah dominasi organisasi pelajar dari ideologi merah.


PII dengan Brigadenya berdampingan dengan laskar – laskar lainnya dari bangsa Indonesia terjun ke medan – medan pertempuran untuk mengusir penjajah yang ingin menjajah kembali negeri ini dan menumpas pemberontakan Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO) di bawah pimpinan Amir Syarifuddin dari Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah pimpinan Muso di Madiun pada tahun 1948.


Selanjutnya, PII terlibat aktif dalam Konferensi Pemuda Antar Indonesia yang dihadiri oleh 28 organisasi pemuda dari seluruh tanah air, Konferensi ini pada tanggal 17 Agustus 1949 berhasil melahirkan sikap dan tekad Generasi Muda Indonesia yang dikenal sebagai “Manifest Pemuda Indonesia”, yang salah satu isinya adalah :




“Pembaharuan tekad, tenaga dan pikiran untuk melanjutkan perjuangan pemuda seluruh Indonesia dengan pedoman : berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945, bertujuan kesempurnaan Negara Republik Indonesia yang satu, berdaulat dan merdeka, yang meliputi Kepulauan Indonesia (termasuk Irian Barat), dengan semboyan : satu bangsa, satu bahasa, satu negara Indonesia, dengan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dan bendera merah putih”



Manifest Pemuda tersebut ditandatangani oleh 28 wakil – wakil organisasi pemuda Indonesia, sedangkan dari PII yang ikut menandatangani adalah A. Halim Tuasikal.


Satu lagi Peran penting PII yang patut dicatat adalah keterlibatannya dalam Kongres Muslimin Indonesia (20-25 Desember 1949) yang turut melahirkan Badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI) dengan pimpinan terpilih antara lain : KH A. Ghaffar Ismail, Anwar Haryono, dan Wali Al Fatah.


Dalam Kongres inilah PII mengajukan 5 (lima) pernyataan sikap yang sangat bersejarah yaitu :




  1. Adanya Satu Partai Politik Islam, ialah Masyumi

  2. Adanya Satu Organisasi Pemuda Massa Islam, ialah GPII

  3. Adanya Satu Organisasi Pelajar Islam, ialah PII

  4. Adanya Satu Organisasi Mahasiswa Islam, ialah HMI dan

  5. Adanya Satu Pandu Islam, ialah Pandu Islam Indonesia (Hizbul Wathan)


Seiring Bahaya Merah PKI yang masih mengancam generasi muda Indonesia maka PII merasa terpanggil untuk menentukan sikap. Pada Kongres Pemuda Indonesia di Surabaya (14-15 Juni 1950), PII melihat adanya ketidakserasian karena masing – masing golongan ingin saling menguasai. Blok – blokan ini terjadi karena Kongres Pemuda ini banyak ditunggangi oleh aliran kiri (Pesindo Pemuda Rakyat), bahkan mereka secara terang-terangan memasang gambar foto “suripto”, salah seorang pemimpin pemberontakan PKI di Madiun. Atas dasar inilah Pengurus Besar PII secara tegas memutuskan menolak bergabung dalam Front Pemuda Indonesia.


Pada tahun 1965, PII dengan Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI)-nya dibawah kepimpinan M. Husnie Thamrin yang menjadi Ketua KAPPI Pusat menjadi ujung tombak angkatan enam – enam, menumpas G30S/PKI sampai ke akar – akarnya.

PII dan Gerakan Amal Sholeh

Setelah PKI Bubar dan pemerintahan beralih dari orde lama ke orde baru maka PII mengubah haluannya yakni tidak lagi terjun ke kancah politik praktis dengan kembali kepada ideologi perjuangan semula sebagai organisasi pelajar dengan mengaktulisasikan diri dalam Program GAS (Gerakan Amal Sholeh) yang terkenal dengan slogan Kembali ke Masjid, kembali ke Bangku Sekolah dan Kembali ke Kampung. GAS merupakan usaha PII untuk ikut menanggulangi krisis moral yang melanda generasi muda sekaligus mengarahkan PII untuk bergiat dalam pendidikan dalam rangka membangun bangsa dan negara yang diridhoi Allah SWT.


Sebagai organisasi massa sosial dan pendidikan, PII telah mempunyai suatu sistem latihan yang efektif bagi generasi muda yaitu :




  1. Latihan Kepemimpinan (Leadership Training) bagi para anggotanya dari mulai tingkat dasar sampai tingkat lanjutan

  2. Latihan Kejiwaan (Mental Training) dan pesantren kilat yang terbuka untuk semua generasi muda.

  3. Latihan Kerja Kemasyarakatan (Perkampungan Kerja Pelajar/Pemuda) dan Brigade Pembangunan yang terbuka untuk semua generasi muda.


PII dan masa depan Kepemimpinan Nasional

Pergerakan Pelajar Islam Indonesia dengan pemberdayaan potensi pelajar dan generasi muda yang senantiasa diperjuangkannya, menjadikan PII membuka jalan bagi mempersiapkan kader – kader pemimpin yang berkepribadian dan berperadaban Islam. Jadi tidaklah berlebihan jika kini banyak nama – nama alumni PII yang berkiprah dan berperan strategis di berbagai bidang termasuk juga dalam hiruk pikuk pentas politik negeri ini.


Meski PII memiliki kedekatan sejarah dan emosional dengan Partai Masyumi yang dikenal sebagai Keluarga Besar Bulan Bintang namun PII maupun Keluarga Besar PII tetap independen dan tidak ber-afiliasi pada salah satu partai politik tertentu.


Kendati sebagian besar mantan petinggi PII melabuhkan pilihan politiknya kepada PBB (Partai Bulan Bintang / Partai Bintang Bulan) diantaranya Dr. Anwar Haryono, Hussein Umar, Abdul Qodir Djaelani, Hartono Marjono, dan banyak yang tidak tersebutkan namun tidak sedikit mantan aktivis PII yang berkiprah di partai lain seperti AM Saefuddin dan Husni Thamrin di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Abdul Hakam Naja dan AM Fatwa di Partai Amanat Nasional (PAN) dan beberapa diantaranya juga menjadi deklarator dan pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seperti Mutammimul Ula.



Dibalik fakta ini PII sebagai organisasi pelajar dituntut untuk tampil independen dan tidak larut dalam pragmatisme politik sebab PII dengan Gerakan Amal Sholeh-nya senantiasa dinanti kiprah dan sumbangsih-nya dalam mempersiapkan kader-kader ummat dan bangsa yang berkepribadian dan berperadaban Islam.
 


(Ditulis Oleh : Badrut Tamam Gaffas dan Badriyah Handayani untuk Bulan Bintang Media, Sebagian materi tulisan ini dikutip dari Buku “Pak Timur Menggores Sejarah”, Penerbit PT. Bulan Bintang, Cetakan I tahun 1997, Editor : H.M Natsir Zubaidi dan Moch Lukman Fatahullah Rais, SH.)

PASCA 10 TAHUN LENGSER, H.M SOEHARTO AKHIRNYA TUTUP USIA


soeharto_dalam_bulan_bintang_media.jpg

(8 Juni 1921 - 27 Januari 2008)



Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun, Mantan Presiden Soeharto akhirnya tutup usia pada hari Ahad, 27 Januari 2008 Pukul 13.10 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) setelah menjalani perawatan dan masa kritis selama 25 hari, terhitung sejak 4 Januari 2008.
Pemerintah dalam pernyataan pers yang disampaikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan rasa belasungkawa yang mendalam sekaligus menetapkan hari berkabung selama 7 hari serta menginstruksikan pengibaran bendera merah putih setengah tiang di kantor – kantor pemerintah dan kantor perwakilan RI di luar negeri.Sejak dinyatakan kritis tercatat banyak pejabat , mantan pejabat, kawan dan bahkan lawan politik Pak Harto yang berdatangan membesuknya, tidak ketinggalan kolega dan sahabat sesama mantan pemimpin Asean seperti Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew, Mantan Perdana Menteri Malaysia Datuk Doktor Mahathir Muhammad dan Sultan Hasanal Bolkiah dari Brunei Darussalam beserta rombongan yang menyempatkan datang untuk mengungkapkan rasa simpati atas makin memburuknya kondisi kesehatan mantan penguasa orba tersebut.Selama masa kritis hingga tutup usia pada hari ini, perhatian masyarakat, media massa cetak dan elektronik baik dalam dan luar negeri cukup besar, hampir semua stasiun televisi berlomba – lomba membuat liputan khusus secara live dan ekslusif. Tidak berlebihan kiranya jika pada kesempatan ini Bulan Bintang Media juga menghadirkan catatan – catatan khusus mengenai mantan presiden Soeharto.

Putra Desa, Dari Tentara Menuju Istana



H.M Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Lahir di Kemusuk, Kab. Bantul Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro dengan menitipkan Soeharto kepada adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.Memulai karir militer dengan menjadi siswa sekolah bintara KNIL di Gombong, Jawa Tengah. Pada tahun 1941, Soeharto muda akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan dengan pangkat sersan, pada masa pendudukan jepang bergabung dengan PETA dan menjadi komandan resimen dengan pangkat Mayor, karirnya menanjak cepat dan sempat menjadi pengawal Panglima Besar Soedirman hingga menduduki jabatan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.

Perkawinan Letnan Kolonel Soeharto dengan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Keduanya kemudian dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.



Catatan Karir ketentaraan Soeharto yang menonjol adalah keberhasilan dalam memimpin pasukannya merebut kembali Yogyakarta pada serangan umum 1 Maret 1949, Menjadi Panglima Komando Operasi Mandala dalam pembebasan Irian Barat serta terpenuhinya tuntutan rakyat untuk Pembubaran PKI setelah Soeharto berhasil mengambil alih pimpinan Angkatan Darat dan bersama rakyat menumpas PKI hingga ke akar – akarnya. Catatan diatas tidak menutup terdapatnya banyak versi yang berbeda terhadap peristiwa – peristiwa penting tersebut khususnya tentang kontrovesi SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret) yang dipercaya menjadi pemulus langkah Soeharto dari tentara menuju Istana. 

Demokrasi Terpimpin Jilid 2


Demokrasi Pancasila yang didengung – dengungkan oleh Soeharto sejak resmi menjabat sebagai presiden RI kedua perlahan tapi pasti menunjukkan “wajah” sebenarnya yang “berdarah –darah”, gerakan dan geliat politik dikebiri oleh Azas Tunggal Pancasila, Demokrasi terpasung tanpa adanya kekuatan penyeimbang, sementara kekritisan dan vokalitas (media dan personal) menjadi sasaran pemberangusan dengan dalih menciptakan “stabilitas” dan iklim yang kondusif untuk menggerakan roda – roda pembangunan.
Sehingga Demokrasi “semu” yang tercipta pada akhirnya menjadi Demokrasi Terpimpin Jilid 2 dengan tiga pilar utama penyangga yakni ABRI, Birokrasi dan Golkar yang belakangan berkembang dan menumbuh suburkan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) selama 32 tahun masa kepemimpinan Soeharto. 

Bapak Pembangunan dan Jenderal Besar


Diakui atau tidak, di masa pemerintahan Pak Harto pijakan Pembangunan Nasional terencana secara jelas, terarah dan bertahap melalui Program Repelita dengan Trilogi Pembangunannya. Sektor Pertanian dan isu kerawanan pangan menjadi prioritas utama walhasil Indonesia mampu membalikkan sejarah dari negara pengimpor beras terbesar menjadi negara yang sukses melaksanakan revolusi hijau (Intensifikasi dan Diversifikasi Pertanian) dan meraih swasembada beras. Masalah Kependudukan yang padat dan terpusat di Jawa - Bali menjadi perhatian, Pemerintah berhasil menggulirkan Program Keluarga Berencana untuk menekan ledakan jumlah penduduk dan Program Transmigrasi untuk menyebarkan penduduk. Stabilitas Keamanan Nasional dan Regional menjadi isu bersama yang diwujudkan dengan mendirikan ASEAN sehingga memicu terjadinya investasi besar – besaran untuk memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Stabilitas Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta Sembilan Kebutuhan Pokok (Sembako) relatif terkendali, dan hampir di semua sektor, pembangunan mulai menapaki kemajuan yang berarti.


Atas dasar itulah Pak Harto dijuluki sebagai “Bapak Pembangunan Nasional” dan belakangan julukan itu bersanding dengan predikat “Jendral Besar”. Menjelang Medio tahun 1998 Presiden Soeharto meletakkan jabatan (lengser keprabon) pada tanggal 21 Mei 1998 setelah kekuasaannya diguncang oleh gerakan reformasi mahasiswa yang dipicu krisis ekonomi dengan tuntutan pergantian kepemimpinan nasional, penghapusan dwi fungsi ABRI dan pemberantasan KKN. Gerakan Mahasiswa pada 1998 merupakan gerakan mahasiswa terbesar yang menandai lahirnya perubahan dari periode masa orde baru menuju orde reformasi.


Satu Lagi Pelaku Penting Sejarah Telah Tiada.


Sejak dinyatakan wafat, para pelayat membanjiri kediaman mantan presiden soeharto di Jalan Cendana, para kerabat, tamu – tamu penting, pejabat dan mantan pejabat, presiden dan mantan presiden (SBY dan Gus Dur)  dan banyak warga masyarakat yang bertakziyah untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mantan penguasa orde baru tersebut.


Dari Persemayaman di Jalan Cendana rencananya hari ini jenazah akan diterbangkan menggunakan Pesawat Hercules Khusus milik TNI – AU dari Bandara Halim Perdana Kusuma menuju Bandara Adi Sumarmo di Solo, selanjutnya jenazah akan dibawa menuju peristirahatan terakhir yang telah disiapkan berdampingan dengan makam sang isteri Siti Hartinah (Ibu Tien Soeharto) di Komplek Pemakaman Astana Giri Bangun di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah yang konon dibangun diatas Bukit Bangun dengan ketinggian 666,6 meter yang secara simbolik melambangkan jumlah ayat - ayat suci Al Qur'an.


TNI – AU diberitakan juga menyiagakan 7 Pesawat untuk mendukung prosesi pemakaman yang dipimpin langsung oleh Presiden SBY, Sepanjang perjalanan jenazah dari rumah duka menuju bandara halim maupun sepanjang jalan dari bandara adi sumarmo menuju astara giri bangung, ribuan warga masyarakat membanjir, tumpah ruah ingin memberikan penghormatan terakhir kepada mantan presiden yang penuh kontroversi itu.


The Smiling General “Soeharto” telah tutup usia, kepergiannya mengingatkan kita pada wafatnya sang proklamator “Soekarno”, keduanya meninggal dunia dengan status hukum yang “sama – sama” belum tuntas dan jelas. Terlepas dari berbagai kontroversi yang menyelimuti, kita Bangsa Indonesia kehilangan satu lagi pelaku penting sejarah menyisakan jalan panjang yang tetap terbentang bagi upaya pelurusan sejarah bangsa, Selamat Jalan Pak Harto semoga jalanmu lapang disisi-NYA.




(Ditulis oleh Badrut Tamam Gaffas : dari berbagai sumber)


16 Januari 2008

MENGENAL SISI POSITIF DAN ISLAMIS IR. SOEKARNO, PUTRA SANG FAJAR

Ketokohan Ir. Soekarno begitu melegenda sebagai proklamator dan pemimpin besar negeri ini, dalam konteks perjuangan Indonesia merdeka di abad modern namanya tetap menjadi yang terdepan, dicintai oleh rakyat, dibela oleh para loyalisnya dan diakui oleh Barat sebagai pemimpin yang konsisten dengan perjuangan anti kapitalisme, kolonialisme dan neo kapitalisme.





bung-karno-bulan-bintang-pbb-dan-bintang-bulan.jpg

Nama Soekarno mempunyai magnet yang besar, pidato – pidatonya begitu menggelegar dan menggelorakan semangat nasionalisme dan kini para soekarnois masih mempercayai bahwa bung karno yang kharismatik adalah pemimpin besar yang tak akan pernah tergantikan, benarkah ???


Bung Karno sebagai Icon Nasionalis tidak perlu diragukan lagi, dari barat hingga ke timur negeri ini seolah meng-amini namun sisi lain bung karno sebagai sosok guru bangsa yang juga memiliki sisi - sisi islamis tentu tak banyak orang yang mengetahuinya terlebih di masa kepemimpinannya diwarnai dengan benturan – benturan politik dengan kalangan islamis dan polemik yang menajam seputar dasar negara dengan tokoh paling terkemuka kalangan Islam saat itu, Mr. Mohammad Natsir. Perlu untuk digarisbawahi bahwa kecintaan kalangan Islam kepada bung karno diekspresikan dengan sikap kritis dan upaya – upaya koreksi atas sikap dan langkah politik bung karno bukan dengan sikap selalu manis apalagi meng-kultuskan-nya, sebuah sikap yang dianggap oleh sebagian kalangan soekarnois sebagai sikap kontra revolusioner, padahal sepanjang sejarah kekuatan politik Islam yang dipresentasikan oleh Masyumi justru senantiasa bersikap sebagai kekuatan penyeimbang (oposisi) yang senantiasa “loyal”, meski sejarahnya terbungkus oleh kabut misteri namun "pengkhianatan" itu akhirnya justru datang dari Partai Komunis Indonesia (PKI) koalisi strategis pemerintah bung karno yang tergabung dalam Nasakom yang selalu berusaha mentahbiskan dirinya sebagai kekuatan yang proggresive revolusioner.


Nama Bung Karno yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar tidak bisa dilepaskan dari tokoh – tokoh Pergerakan Islam yang Istiqomah berjuang demi cita – cita besar Kemerdekaan Indonesia, pemuda Soekarno pernah mondok di rumah tokoh Haji Oemar Said Cokroaminoto, tokoh terkemuka Sjarikat Islam, selain belajar filsafat dan pemikiran Islam pemuda soekarno juga belajar tentang pergerakan kepada orang yang tepat, bung karno sangat menikmati ceramah dan orasi cokroaminoto yang penuh energi perjuangan meski berada dalam pengawasan pihak belanda, gaya orasi sang guru turut membentuk gaya kepemimpinan bung karno dengan ciri khas pidato – pidatonya yang lantang dan berapi – api, Islamisme Cokroaminoto yang dijuluki oleh belanda sebagai “raja jawa tanpa mahkota” sedikit banyak terserap oleh pemuda soekarno, meski bung karno akhirnya memilih jalannya sendiri dengan hijrah ke Bandung dan kemudian mendirikan Partai Nasionalis Indonesia.


Tatkala berada dalam pengasingan belanda bung karno senantiasa berkorespondesi dengan Kyai Haji Mas Mansur, tokoh pergerakan dan ulama berpengaruh asal Surabaya yang dekat dengan kalangan NU, kelak KH Mas Mansur dipercaya menjadi Pengurus Besar Pesyarikatan Muhammadiyah dan pada masa pendudukan jepang mendirikan Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan terlibat dalam perjuangan bersama Bung Karno dalam Empat Serangkai.


Dengan Mas Mansur Bung Karno sering bertukar pikiran tentang Dinamika Islam dan langkah – langkah untuk me-mudakan pengertian Islam, beliau mengutarakan ketidaksetujuannya dengan sikap taklid bahkan secara tegas mengkritisi tentang “hijab” atau pembatas antara jamaah pria dan jamaah wanita, dan banyak kegelisahan – kegelisahan bung karno tentang permasalahan keislaman yang kesemuanya itu menunjukkan semangat dan harapan seorang soekarno agar Syiar Islam tidak jalan ditempat.


Selain dengan KH Mas Mansur, Bung Karno juga seringkali berkirim surat kepada Tuanku A. Hassan, Tokoh Islam Pendiri Persis di Bandung, Dalam Buku “Di Bawah Bendera Revolusi” surat – surat itu turut didokumentasikan, Bung Karno tidak segan - segan meminta “dikirimi” Literatur Islam tatkala berada dalam pengasingan.


Disisi lain Fatmawati, Isteri Bung Karno dikenal sangat agamis, dalam sebuah catatan terungkap bahwa pada saat rapat raksasa di Lapangan Ikada yang kini dikenal sebagai Gelora Bung Karno, fatmawati mengumandangkan ayat – ayat suci Al Qur’an. Latar belakang Fatmawati yang Agamis dinilai juga membawa pengaruh yang besar terhadap karir politik dan perjalanan hidup bung karno hingga akhir hayatnya.


Tentu masih banyak sisi menarik dan sisi islamis bung Karno yang belum terungkapkan…anda ingin menambahkan ???...(Ditunggu masukan dan komentar - komentarnya !!!…)




(Ditulis oleh Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)


MENGGERAKKAN MESIN – MESIN PARTAI DALAM MENGHIMPUN POTENSI UMMAT

Kiprah Badan Otonomi Partai memang jarang terpublikasikan oleh media dan pemberitaan padahal sesungguhnya Badan Badan Otonomi partai seperti Muslimat Bulan Bintang, Pemuda Bulan Bintang dan Brigade Hizbullah Partai Bulan Bintang memiliki kapasitas untuk berperan penting dalam mewarnai dan menentukan keberlanjutan partai di masa – masa yang akan datang.


Keberadaannya menjadi perangkat - perangkat yang bisa digerakkan untuk menghimpun potensi ummat dan menjadi sarana perjuangan politik secara fokus dan spesifik.


Penguatan Peran Badan Otonomi Partai bisa menjadi basis massa dan sumber kader partai dalam segmen dan atau lapisan sosial masyarakat tertentu seperti segmen perempuan / muslimah, segmen pemuda dan pelajar dan atau segmen khusus kepanduan.


Terkait Penguatan Badan Otonomi Partai ini kita perlu belajar banyak dari PKI dengan kepanjangan tangannya yang efektif menggelembungkan suara PKI pada pemilu 1955 walhasil PKI yang ditumpas karena pemberontakan madiun 1948 secara mengejutkan mampu bangkit dan menjadi kekuatan politik yang besar hanya dalam tempo 7 tahun bahkan pada periode 60-an PKI mampu meraih vitalitas politik di hampir semua lini di lingkaran kekuasaan.


Meskipun PKI dikenal atheis dan menghalalkan segala cara dalam pergerakannya namun harus diakui bahwa PKI berhasil mengangkat dan mengelola isu – isu kerakyatan, ketimpangan ekonomi dan kemelaratan. Melalui Organisasi underbow-nya seperti BTI (Barisan Tani Indonesia), PR (Pemuda Rakyat), Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), Lekkra (Lembaga Kesenian dan Kebudayaan Rakyat) dan banyak organisasi bentukannya yang tanpa bentuk (OTB), PKI sukses melancarkan propaganda – propaganda politiknya. Pada akhirnya, pengkhianatannya atas Bangsa menutup karir politik PKI yang tidak hanya dibubarkan sebagai organisasi terlarang melainkan juga menjadi bahaya laten yang sewaktu – waktu bisa bangkit dan menitis sebagai PKI Gaya Baru.



Kesiapan Muslimat Bulan Bintang Hadapi Kuota dan Pemilu 2009




muslimat-bulan-bintang-dan-bintang-bulan.jpg

Jika kader kita siap, mau 30 persen, 40 persen atau 50 persenpun tidak masalah, " ucap Dra Hendarsyah, ketua Muslimat Bulan Bintang. Kita mempersiapkan muslimah tampil dengan kemampuan, 30 persen ataupun tidak bagi Muslimat sebenarnya tidak masalah, Sekalipun ada kuota kalau kita tidak berani menampilkan kader perempuan yang berkualitas, apa gunanya? PBB mengikuti konstitusi itu. Muslimat Bulan Bintang mempersiapkan kadernya dan berusaha mengajak perempuan untuk menjalani pelatihan-pelatihan dan pendidikan.




" Pembinaan perempuan adalah kewajiban dari Muslimat. Memotivasi mereka agar.tetap berpegang pada syariah. Kami selalu sosialisasikan dalam setiap pelatihan apa sebetulnya pembinaan kader. Seperti pengajian tiap hari yang disebut al hilal. Majlis taqlim yang dilakukan dari tingkat pusat sampai ke ranting. Aktifis Muslimat adalah mubaliqah. Kita juga tetap memberi pembinaan pada yang sudah jadi. Mereka yang sudah jadi tetap dalam kendali organisasi. Meski sudah pejabat tinggi di tempatnya, kita akan pantau terus, " urai Hendarsyah. (Sumber : PadangMedia.com “Muslimat Bulan Bintang Siap Hadapi Kuota”)



Selama ini, tambah Hendarsyah, untuk semua daerah pemilihan khususnya Sumatera Barat, banyak kaum perempuan dari Partai Bulan Bintang yang duduk di legislatif. Hal ini sebagai bukti yang cukup bagi Muslimat untuk menyatakan eksistensinya. Tidak hanya dalam legislatif, untuk posisi di eksekutif ataupun posisi lainnya Muslimat Bulan Bintang merasa berkewajiban membina anggotanya baik formal maupun informal.



Totalitas dan Kesungguhan


Tidak lama lagi, Partai Bintang Bulan akan Menghadapi Verifikasi Parpol untuk bisa lolos sebagai kontestan pada Pemilu 2009, tidak diragukan lagi bahwa tahun 2008 inilah menjadi tahun kunci yang menentukan bagi perjalanan partai kedepan, semua kader partai, simpatisan dan keluarga besar bulan bintang sangat berharap PBB kali ini bisa membuktikan diri menjadi partai yang kian agamis dan populis dan tampil dengan ciri khasnya yang modernis.


Pembuktian itu bisa terwujudkan hanya dengan totalitas dan kesungguhan seraya mengharapkan Rahmat dan Ridhlo Allah SWT semata… Amien




(Ditulis Oleh : Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)


KAUM MUDA DAN GEGAR SEJARAH YANG TERASA KIAN DEKAT SAJA


Ketertarikan generasi muda terhadap sejarah perjuangan bangsa makin melemah, fakta ini memperjelas gambaran bahwa telah tercipta sebuah sekat berjarak yang dari waktu ke waktu terasa kian melebar antara kaum muda dan sejarah, Diakui atau tidak situasi ini menempatkan generasi muda yang tengah dihinggapi belenggu gegar budaya, dekadensi moral serta krisis nilai yang kian menggurita makin luruh dibawah bayang – bayang ancaman gegar sejarah yang terasa kian dekat saja.


Tengoklah betapa kini generasi muda gandrung luar biasa kepada sosok asing semisal Che Guevara hingga semua atribut yang umum dikenakan seperti kaos, topi hingga slayer semua bergambar tokoh pejuang yang katanya fenomenal itu. Tentu kenyataan ini sungguh ironis lantaran negeri ini tak pernah kekurangan para pejuang, tokoh pergerakan, pemimpin kharismatik dan figur – figur luar biasa yang bisa diangkat menjadi idola.


Jika ditelusuri lebih dalam lagi ternyata banyak sisi menarik dan moment - moment penting sejarah yang sesungguhnya tidak terungkapkan, uraian sejarah menjadi monoton tanpa menyertakan pergolakan ide, pemikiran dan proses – proses penting yang melatarbelakangi sebuah fakta sejarah.


Sejarah seperti tercabut ruhnya sehingga sejarah tanpa jiwa bagi kaum muda menjadi sangat tidak menarik dan membosankan, kaum muda merasa tidak lagi bisa menemukan mata air persatuan yang menyejukkan diantara tingginya keberagaman, tidak lagi menemukan nilai – nilai yang menggetarkan nurani kebangsaan dan tidak pula menemukan magnet yang menggerakkan untuk secara sadar menelusuri jejak panjang perjuangan lewat catatan – catatan sejarah bangsa.


 




Vitalitas sejarah bagi Kaum Muda Bulan Bintang





kaum-muda-bulan-bintang-dan-bintang-bulan.jpg


 


Keluarga Besar Bulan Bintang sesungguhnya adalah pelaku - pelaku dan saksi – saksi sejarah, selain versi sejarah yang sudah lazim dan terlanjur memasyarakat selama ini ternyata ada juga versi lain dan fakta – fakta penting sejarah yang justru terendapkan atau seolah tersembunyikan dari ruang – ruang publik padahal semua itu sangat potensial dalam memperkaya khazanah sejarah bangsa.


Kaum Muda Bulan Bintang sebagai bagian dari kaum muda bangsa ini harus bisa menghargai sejarah dan memanfaatkan vitalitas sejarah sebagai inspirasi pergerakan untuk membangun ummat dan bangsa ini.


 


Sesungguhnya banyak versi sejarah yang perlu uraian khusus semisal Kontroversi seputar Organisasi Kebangsaan Pertama (Sarekat Islam ataukah Budi Oetomo), latar belakang penghapusan tujuh kata dalam piagam jakarta dan proses lahirnya pancasila dengan 3 kata pengganti “yang maha esa”, latar belakang lahirnya PDRI yang diproklamirkan Syafrudin Prawiranegara ketika Dwitunggal Soekarno – Hatta menyerah kepada agresor NICA sementara para pejuang di bawah komando Jendral Besar Soedirman tengah berjuang bergerilya menyabung nyawa, catatan kepeloporan Mr. Mohammad Roem dalam mediasi politik RI – Belanda yang melahirkan perundingan Roem – Royen, Catatan Keberhasilan Burhanudin Harapan dalam melangsungkan Pemilu Multi Partai Pertama pada tahun 1955 yang diakui sebagai pemilu paling jurdil sepanjang sejarah republik ini, Paparan Sejarah yang melatarbelakangi lahirnya Mosi Integral Natsir untuk kembali ke NKRI, Latar Belakang Alineasi Kekuatan Politik Islam yang dipresentasikan oleh partai Masyumi sebagai kekuatan kontra revolusioner oleh sebuah konspirasi strategis Nasakom yang mengangap dirinya sebagai kekuatan Progressif revolusioner, Polemik Dasar Negara yang berlarut – larut dalam konstituante yang berakhir dengan dicetuskannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Fakta yang melatarbelakangi pembubaran Partai Masyumi dan pencekalan atas beberapa elite pimpinannya, Latar Belakang Krisis Moneter di era demokrasi terpimpin dan langkah brilliant Syafrudin Prawiranegara yang terkenal sebagai “gunting syafrudin”, Proses pengkhianatan Partai Komunis Indonesia dengan G30S-nya, Langkah Kritis Buya Hamka dengan MUI-nya, Latar Belakang Pembentukan DDII dan perannya yang strategis sebagai gerakan dakwah modern, Latar Belakang Lahirnya Asas Tunggal Pancasila yang memasung dinamika berpolitik ummat Islam hingga catatan – catatan penting menjelang lengsernya Soeharto dari singgasana kekuasaan orde baru.


 


Selain itu ada banyak Kebenaran yang tersembunyi dibalik rentetan peristiwa yang menciderai Hak Asasi dan Hak Politik ummat Islam seperti Peristiwa PRRI – Permesta, Tragedi Tanjung Priok 12 September 1984, Tragedi Lampung 4 Februari 1989, Peristiwa DOM di Aceh yang berlangsung dari 1989 – 1998, Kerusuhan Mei 1998 dan isu pemerkosaan massal terhadap wanita – wanita etnis tionghoa yang dituduhkan kepada ummat Islam, termasuk konflik – konflik berdarah di sejumlah daerah seperti di Ambon dan Poso serta gerakan separatis seperti GAM di Aceh, RMS di Maluku dan OPM di Papua yang melibatkan juga isu – isu agama dan politik.




 


Pelurusan Sejarah Tanggung Jawab Siapa ?




Meluruskan sejarah dan menghimpun kembali rangkaian fakta – fakta yang berserak –serak menjadi tuntutan yang tak lagi bisa dikesampingkan. Tidak dipungkiri bahwa selama ini sejarah banyak diperalat sebagai alat propaganda bagi para penguasa yang secara sengaja menciptakan ruang – ruang ekslusif dalam sejarah, sebaliknya kekuatan kritis dan penyeimbang di luar pemerintah dan penguasa tidak pernah mendapat tempat yang semestinya di ruang – ruang sejarah. Buya Hamka yang pernah dibenamkan ke dalam pintu hitam rezim orde lama merupakan sebuah fakta, ulama kharismatik yang sangat vokal memberikan penerangan dan peringatan bagi ummat termasuk juga kepada elite kekuasaan pada masa itu justru mendapatkan banyak perlakuan diskriminatif termasuk dari media, walhasil nama buya hamka yang dikenal sebagai ulama kelas dunia dan juga seorang pujangga itu seolah tenggelam begitu saja, sekarang ini sangat sedikit kaum muda yang mengenal penulis Tafsir Al Azhar itu, jika kemudian Buya Hamka, Mr. Mohammad Natsir, dan lain – lain lebih terkenal di negeri tetangga lantas siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas hal ini ?!?!...


 


Jika tokoh – tokoh atau peristiwa yang seharusnya luar biasa kemudian menjadi biasa saja karena terciptanya bias sejarah dan media maka jangan salahkan generasi muda kita yang gagap sejarah dan merasa lebih bisa menikmati pergolakan ide, nilai dan pemikiran asing secara lebih terbuka meski sungguhpun belum tentu sesuai untuk bisa disenyawakan dengan nilai dan kultur bangsa kita.


 


Jadi Adalah Keharusan kita semua untuk ambil bagian dalam meluruskan sejarah…


Agaknya, Kebenaran masih harus menempuh jalan – jalan yang panjang untuk diperjuangkan agar tampil sebagai kebenaran yang sejati…


 




(Ditulis oleh Badrut Tamam Gaffas untuk Bulan Bintang Media)



Template by : Kendhin @ 2 0 0 9